Pakar vulkanologi dan mantan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi
Bencana Geologi (PVMBG), Surono, mengatakan bahwa situasi Merapi saat
ini seharusnya diwaspadai.
Dihubungi
Kompas.com,
Senin (18/11/2013), Surono mengatakan, Merapi perlu diwaspadai karena
sistem Merapi yang kini terbuka dan frekuensi hujan yang makin sering.
"Merapi
sekarang sudah tidak punya topi," ucapnya untuk menggambarkan
terbongkarnya kubah lava Merapi setelah letusan besar tahun 2010.
Sistem Merapi yang terbuka karena tak punya kubah lava menyebabkan interaksi antara air permukaan dan magma lebih mudah.
"Dengan
sistem terbuka, air hujan mudah masuk, berinteraksi dengan magma panas,
tekanan tinggi memicu letusan freatik," urai Surono.
Ditambah dengan situasi cuaca yang kini sudah memasuki musim hujan, interaksi antara magma dan air permukaan akan lebih besar.
"Terlebih lagi, Merapi ini kan gunung yang banyak menjadi tujuan wisata minat khusus, ada banyak orang yang ke sana," ungkapnya.
Menurut Surono, aktivitas Merapi saat ini "harus diwaspadai."
Surono
mengatakan, letusan freatik yang mencapai 2.000 meter bagi Merapi, yang
kini merupakan sistem terbuka, tergolong istimewa.
Menurut Surono, pengambilan keputusan tentang status gunung berapi seharusnya mempertimbangkan kepentingan masyarakat.
"Subyeknya bukan gunung apinya, melainkan masyarakatnya," kata Surono.
"Lebih
baik meningkatkan status menjadi Siaga atau Awas, tetapi letusan tidak
terjadi daripada mendiamkan tetapi nanti kecolongan," tambahnya.
Surono
menuturkan, Merapi saat ini sudah tidak sama dengan Merapi pada tahun
2006 ataupun 2010, jadi cara pandang terhadap Merapi juga harus
berubah.
CANGKRINGAN (KRjogja.com) -
Warga yang tinggal di sekitar lereng Gunung Merapi telah sadar jika
mereka tinggal di dekat lokasi rawan bencana. Terbukti ketika ada
aktivitas di Merapi, mereka sudah tahu apa yang harus mereka lakukan.
Seperti yang terjadi, Senin (18/11/2013) pagi. Ketika Gunung Merapi
menunjukkan aktivitasnya, tanpa menunggu komando mereka secara mandiri
langsung menyelamatkan diri. Kalaupun masih di sekitar rumah, mereka
juga telah siap. Sepeda motor langsung diarahkan ke selatan. Sehingga
jika sewaktu-waktu ada instruksi mengungsi, mereka bisa cepat.
Seperti yang diungkapkan anggota Tim Reaksi Cepat (TRC) Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DIY Arman Nur Effendi kepada
KRjogja.com di Balai Desa Glagaharjo Kecamatan Cangkringan. Dia bersama
tim langsung menyisir ke desa-desa guna memastikan warga siap
mengungsi.
"Ternyata mereka telah berkumpul di gang-gang
dengan membawa pakaian. Sepeda motor mengarah ke selatan dan tinggal
menunggu perintah untuk mengungsi. Itu sebagai bentuk warga sudah sadar
dan tinggal menunggu perintah untuk mengungsi," katanya.
Ketika disinggung terkait aktivitas Gunung Merapi, Armad mengungkapkan,
erupsi merapi ini tipenya hampir sama dengan kejadian 22 Juli 2013
lalu, Untuk status juga masih tetap sama, yakni normal. Erupsi ini
terjadi karena tingginya curah hujan yang terjadi di puncak merapi
dalam beberapa waktu terakhir. Sehingga menyebabkan munculnya guguran
dan hembusan dari bawah.
“Kebetulan material yang berada di
dalam kawah masih cukup banyak. Sehingga ketika terkena air hujan terus
menerus maka materialnya keluar," ungkapnya.
Camat
Cangkringan Bambang Nurwiyono SE mengatakan, lebih dari 200 jiwa dari
tiga dusun sempat menyelamatkan diri ke Balai Desa Glagaharjo. Namun
mengingat kondisi merapi yang sudah kembali aman, mereka langsung
kembali lagi ke rumahnya masing-masing.
“Sekitar pukul 09.00
tadi pagi sudah tidak ada warga yang mengungsi di balai desa. Mereka
sudah pulang. Termasuk lansia, ibu hamil dan anak-anak," ujarnya, Senin
(18/11/2013) malam.